Jakarta, CNN Indonesia — Akhir-akhir ini sebagian besar masyarakat mulai memperhatikan dan meresahkan apa yang mereka konsumsi, baik makanan, minuman, obat-obatan, dan lain sebagainya. Soalnya makin banyak isu yang beredar mengenai makanan-makanan yang terbuat dari bahan-bahan tak layak konsumsi, sanitasi yang rendah, kemasan yang tak aman digunakan, dan berbagai hal lain.

Salah satu isu yang muncul mengenai kemasan teh celup yang ketika diseduh/dicelup terlalu lama akan melepaskan bahan-bahan kimia yang akan berdampak buruk bagi kesehatan. Isu ini menyebarkan keresahan karena adanya pernyataan keberadaan klorin yang dapat terkandung di dalam kantong kertas yang digunakan dalam proses pembuatan kantong yang sebagai wadah daun teh kering pada teh celup.

Pada umumnya, setiap zat yang terkandung dalam sebuah makanan ataupun minuman memiliki batas maksimum yang telah ditentukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga tidak membahayakan kesehatan konsumen. BPOM juga telah menjelaskan secara singkat mengenai isu terkait klorin pada kantung teh celup tersebut pada website BPOM pada tanggal 7 Desember 2016: “Industri kertas untuk kemasan pangan sudah tidak menggunakan senyawa klorin sebagai pemutih dan syarat ini sertakan pada saat permohonan penilaian keamanan produk”.

Meskipun penjelasan tersebut telah disampaikan oleh BPOM, tidak menutup kemungkinan bahwa tetap adanya keresahan-keresahan lain terkait kemasan makanan, khususnya kemasan makanan yang kontak secara langsung dengan makanan atau minuman yang hendak dikonsumsi.

Solusi Alternatif
Dunia baru-baru ini dikejutkan dengan munculnya hasil riset baru mengenai kemasan air yang dapat dimakan (edible packaging). Edible packaging sendiri sebenarnya sudah lama diteliti dan diproduksi dari berbagai jenis campuran bahan alami yang aman untuk dikonsumsi.

Salah satu bentuk edible packaging yang sering diproduksi berbentuk lapisan tipis (film) yang melapisi bahan makanan atau disebut dengan edible film. Pembuatan edible film ini dilakukan dengan melakukan pencampuran antara bahan yang dapat dimakan (edible) dan plasticizer yang berfungsi untuk memberikan tekstur sepert plastik. Bahan plasticizer yang biasanya ditambahkan adalah gliserin yang merupakan sebuah jenis karbohidrat yang didapatkan dari tumbuhan maupun hewan.

Campuran tersebut mengalami pemanasan, pendinginan, pencetakan, dan pengeringan sebelum akhirnya digunakan. Penelitian-penelitian dan riset telah dilakukan untuk menjawab dan memberikan alternatif solusi atas keresahan-keresahan terkait kemasan makanan, baik karena zat-zat terkandung, kekuatan kemasan,seberapa besar dampaknya bagi lingkungan, dan sebagainya.

Edible film yang telah dibuat dapat membungkus padatan maupun cairan sehingga dapat digunakan untuk membungkus makanan dan minuman seperti produk Ooho! yang dibuat oleh Skipping Rocks Lab. Terinspirasi dari ide tersebut, maka edible film ini memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai pelapis konsentrat teh dan menggantikan penggunaan teh celup.

Perbedaan konsentrat teh dengan minuman teh biasa hanya dari jumlah air yang digunakan, di mana konsentrat teh hanya membutuhkan setengah jumlah air yang digunakan pada minuman teh biasa sementara jumlah daun teh yang digunakan tetap sama sehingga cairan menjadi lebih pekat. Konsentrat teh lebih ekonomis karena dapat dibagi ke dalam beberapa porsi, menghasilkan lebih banyak minuman teh.

Konsentrat teh yang telah dibuat kemudian dapat dimasukkan dalam edible film sebelum film kemudian disegel dengan panas. Saat dimasukkan dalam air hangat edible film akan larut dalam air tanpa memberikan rasa sampingan kemudian melepaskan konsentrat teh yang terdapat di dalamnya sehingga konsentrat teh bercampur dengan air.

Teh tanpa residu pun siap dinikmati karena konsentrat teh tidak mengandung residu. Dengan adanya edible film yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti alga, masyarakat tidak perlu khawatir akan zat-zat kimia yang mungkin masih diresahkan oleh masyarakat terkandung dalam kemasan teh. Selain itu, edible film bersifat ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah berupa sisa-sisa kantung teh celup, dan apabila terbuang kantung dapat terurai dengan sendirinya karena terbuat dari bahan alami.

Namun penggunaan edible film juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah resiko pecahnya kantong selama distribusi bila film tidak cukup kuat dalam menghadapi goncangan selama distribusi dan lingkungan yang tak sesuai. Kedua, edible film membutuhkan kemasan kedua agar film tidak bersentuhan langsung dengan lingkungan luar sehingga menjadi kotor, mengingat bahwa edible film akan ikut dikonsumsi bersama teh.

Ketiga, edible film dapat memberikan tekstur yang belum tentu dapat diterima oleh masyarakat luas ketika meminum teh mereka, mengingat bahwa film dibuat dari bahan yang membentuk tekstur seperti gel. Keempat, adanya kemungkinan konsentrat teh yang dapat lolos, menembus film. Oleh karena itu, penelitian mengenai pembuatan dan distribusi teh celup menggunakan edible film perlu dilakukan dan dipelajari dengan teliti.

Phailyn Emmanuela, Wendy Juwita (ded/ded)

Sumber:https://student.cnnindonesia.com/keluarga/20171024134508-436-250609/tentang-kemasan-teh-celup-yang-bisa-dimakan/