Sebanyak 200 ribu akun pelanggan Uber kabur sebagai imbas kampanye #DeleteUber. (CNN Indonesia/Safir Makki)

 

Jakarta, CNN Indonesia — Uber kehilangan lebih dari 200 ribu akun setelah kampanye #DeleteUber meluas di Amerika Serikat pekan lalu. Jumlah itu diketahui dari laporan The New York Times.

Itu artinya Uber kehilangan 200 ribu akun hanya dalam kurun enam hari sejak protes bermula pada Sabtu (28/1).

Dampak negatif dari kampanye #DeleteUber sangat memukul perusahaan pimpinan Travis Kalanick ini. Setelah dikecam berbagai pihak karena bergabung di dewan penasihat ekonomi Presiden Donald Trump, CEO Uber Travis Kalanick akhirnya mengundurkan diri.

Di balik hilangnya ratusan ribu akun, terdapat tekanan lain yang datang dari dalam Uber sendiri. Masih dalam laporan yang sama, staf Uber merasa, secara pribadi, ikut terkena imbas negatif akibat kebijakan perusahaan.

Sejumlah pegawai Uber bahkan mengaku ke Kalanick bahwa mereka mendapat stigma sosial dari masyarakat hanya karena mereka bekerja di Uber. Mereka mengeluhkan kedekatan Kalanick dengan rezim Trump.

Kekecewaan pegawai Uber tertangkap dari dokumen setebal 25 halaman di Google Docs yang berjudul “Letters to Travis” yang diterima The New York Times. Dokumen itu berisi ketidakpuasan pegawai Uber atas kepemimpinan Kalanick.

Uber bukannya tak melakukan apa pun untuk mencegah krisis ini berlanjut. Selain mundur dari kelompok penasihat ekonomi Trump, Kalanick meminta Uber menyisihkan US$3 juta atau sekitar Rp40 miliar untuk membantu pengemudinya menempuh proses hukum.

Kekecewaan pegawai Uber ditengarai buntut dari keputusan Kalanick bergabung di dewan penasihat ekonomi presiden baru AS itu. Padahal selama masa kampanye, Kalanick adalah salah seorang yang paling lantang menentang Trump.

Imbas kampanye #DeleteUber terhadap bisnis Uber terlihat jelas. Tak lama kampanye itu bermula, aplikasi Lyft, kompetitor utama Uber di AS, melesat di daftar unduh terbanyak di App Store.

Kalanick sempat berdalih keputusannya bergabung di dewan penasihat ekonomi Trump tidak berarti dirinya mendukung sang presiden.

“Bergabung dengan mereka tidak berarti saya mendukung presiden atau agendanya, namun sayang disalahartikan demikian,” keluh Kalanick.

Sumber:http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170205170221-185-191433/imbas-kampanye-deleteuber-hilang-200-ribu-pelanggan-uber/