BNPB dan MIT Luncurkan Aplikasi Antisipasi Banjir
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Kemasyarakatan BNPB Sutopo Purwo Nugroho (kanan) dan Dr Etiene Turpin di MIT Urban Risk Lab (kiri) sedang memberikan penjelasan kepada wartawan mengenai aplikasi antisipasi banjir di kantor BNPB, Rabu (2/1). (Foto: VOA/Fathiyah)
JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Urban Risk Lab., Rabu (2/1) meluncurkan aplikasi PetaBencana.id. Aplikasi ini memuat peta bencana gratis dan dari sumber terbuka untuk mengantisipasi terjadinya bencana.
Dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (1/2), Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Kemasyarakatan BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan masyarakat pengguna internet kini dapat mengunjungi laman petabencana untuk mengakses informasi banjir terkini di wilayah Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya.
Pengguna juga dapat secara aktif melaporkan kejadian banjir di wilayahnya secara langsung atau dikenal dengan istilah “realtime”. Laporan itu nantinya akan diverifikasi dan disebarluaskan secara langsung melalui peta publik. Sutopo menambahkan BNPB dan MIT Urban Risk Lab telah mengembangkan platform “PetaBencana.id” ini sejak September 2016 hingga Juni 2017.
“Ini adalah platform pertama di dunia di mana pemantauan bencana menggunakan media sosial secara realtime. Sebelumnya sudah diterapkan di Provinsi DKI Jakarta dan sukses besar. Artinya apa? Begitu cepat laporan dari masyarakat dengan menggunakan Twitter dan lainnya, sehingga BPBD DKI dan BNPB bisa melaporkan keepada publik cepat sekali. Di mana genangannya? Berapa ketinggian? Berapa pengungsi?,” kata Sutopo.
Sutopo mengatakan alasan platform tersebut dikembangkan ke kota-kota lain, seperti Bekasi dan Tangerang yang kerap dilanda banjir. BNPB menargetkan 31 juta orang di Jabodetabek bisa memanfaatkan aplikasi “PetaBencana.id”, juga sekitar sembilan juta orang di Bandung dan Surabaya. Jika diselaraskan dengan konsep kota pintar, target masyarakat pengguna di Jabodetabek, Bandung dan Surabaya diperkirakan akan mencapai 50 juta orang.
Secara rinci Sutopo menjelaskan bahwa aplikasi “PetaBencana.id” ini menggunakan media sosial berupa Twitter, Telegram, Qlue, Pasang Mata, dan Z-alert; yang awalnya dikembangkan lewat WhatsAp. Namun mengingat WhatsApp memita bayaran terlalu mahal, pengembangan program ini sempat dibatalkan. Sutopo menegaskan permintaan pembayaran yang demikian mahal untuk program sosial ini menunjukkan bahwa WhatsApp tidak mendukung program-program kemanusiaan di Indonesia.
Dr Etiene Turpin di MIT Urban Risk Lab yang sekaligus Co-Director “PetaBencana.id” mengatakan platform yang nantinya akan digunakan di seluruh wilayah Indonesia itu, telah diserahkan kepada Yayasan Peta Bencana agar bisa lebih bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
“Kami telah mulai menjalankan platform ini (PetaBencana.id) di Jakarta karena Jakarta memiliki pengguna media sosial terbanyak di dunia dan juga sebagai ibu kota negara. Program ini telah dijalankan beberapa tahun dengan pemerintah Provinsi Jakarta dan Pak Sutopo meminta saya agar diperluas ke kota-kota lain. Kini kami mencakup wilayah berpenduduk 50 juta orang,” kata Turpin.
Turpin menambahkan aplikasi ini berawal dari gagasan sederhana yaitu banyaknya warga yang melakukan “selfie” atau swafoto di kawasan banjir dan mengunggahnya ke media sosial, termasuk Twitter, ketika terjadi musibah banjir besar di Jakarta tahun 2013. Fenomena ini membuatnya menyadari bahwa foto banjir yang disebarluaskan bisa bermanfaat jika disertai informasi lokasi, ketinggian banjir dan data lain.
Studi awal “PetaBencana.id” yang dikenal dengan “PetaJakarta.org” menyediakan peta banjir “realtime” bagi warga Jakarta. Sejak dinyatakan sebagai paltform terbuka pada Desember 2014, “PetaJakarta.org” telah menerima lebih dari 150 ribu laporan.
Seluruh akses platform “PetaJakarta.org” akan dialihkan ke sistem “PetaBencana.id” akan menyediakan layanan untuk lebih dari 50 juta penduduk, yang terdiri dari 31 juta warga di Jabodetabek, 10 juta warga di Surabaya dan sembilan juta warga di Bandung. [fw/em]